TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN
1.
ASPEK
HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
2. KONTRAK FIDIC
3. KLAIM KONTRAK
4. DISPUTE (SENGKETA)
Pada
pelaksanaan Jasa Konstruksi harus memperhatikan beberapa aspek hukum:
·
Keperdataan ;
menyangkut tentang sahnya suatu perjanjian yang berkaitan dengan kontrak pekerjaan
jasa konstruksi, yang memenuhi
legalitas perusahaan, perizinan, sertifikasi dan harus merupakan kelengkapan
hukum para pihak dalam perjanjian.
·
Administrasi
Negara; menyangkut tantanan administrasi yang harus dilakukan dalam memenuhi
proses pelaksanaan kontrak dan peraturan perundang-undangan yang mengatur
tentang konstruksi.
·
Ketenagakerjaan :
menyangkut tentang aturan ketenagakerjaaan terhadap para pekerja pelaksana jasa
konstruksi.
·
Pidana :
menyangkut tentang tidak adanya sesuatu unsur pekerjaan yang menyangkut ranah
pidana.
Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan
hukum perikatan yang diatur dalam Buku III KUH Perdata mulai dari Pasal 1233
sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal 1233 KUH Perdata disebutkan
bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian persetujuan dan
Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan dalam membuat
perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang menerangkan;
segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian
yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya
suatu perjanjian yaitu :
1.
Sepakat mereka
yang mengikatkan dirinya;
2.
Kecakapan untuk
membuat suatu perikatan ;
3.
Suatu hal
tertentu;
4.
Suatu sebab yang
diperkenankan.
FIDIC adalah singkatan dari Federation Internationale
Des Ingenieurs-Conseils (International Federation of Consulting
Engineers) yang berkedudukan di Lausanne, Swiss, dan didirikan dalam tahun
1913 oleh negara-negara Perancis, Belgia dan Swiss. Dalam perkembangannya,
FIDIC merupakan perkumpulan dari assosiasi-assosiasi nasional para konsultan (Consulting
engineers) seluruh dunia. Dari asalnya sebagai suatu organisasi Eropa,
FIDIC mulai berkembang setelah Perang Dunia ke II dengan bergabungnya Inggris
pada tahun 1949 disusul Amerika Serikat pada tahun 1958, dan baru pada tahun
tujuhpuluhan bergabunglah negara-negara NIC, Newly Industrialized
Countries, sehingga FIDIC menjadi organisasi yang berstandar
internasional.
Didukung oleh ilmu pengetahuan dan pengalaman
professional yang sedemikian luas dari anggota-anggotanya, FIDIC telah
menerbitkan berbagai bentuk standar dari dokumen dan persyaratan kontrak, conditions
of contract, untuk proyek-proyek pekerjaan sipil (civil engineering
construction) sejak 1957 yang secara terus menerus direvisi dan diperbaiki
sesuai perkembangan industri konstruksi. Sejak diterbitkannya edisi ke 1 pada
tahun 1957, maka edisi ke 2 diterbitkan pada tahun 1969, edisi ke 3 pada tahun
1977 dan edisi ke 4 pada tahun 1987 yang dicetak ulang dengan beberapa
amandemen pada tahun 1992.
Pada
tahun 1999 telah dikeluarkan edisi ke 1 dari satu dokumen standar yang sama
sekali baru tentang persyaratan kontrak untuk pekerjaan konstruksi, yaitu:”Conditions
of Contract for Building and Engineering Works Designed by the Employer“. Pada
FIDIC tersebut, hal yang penting adalah diterapkannya suatu pembagian risiko
yang berimbang antara pihak-pihak yang terkait dalam suatu pembangunan proyek,
yaitu bahwa risiko dibebankan kepada pihak yang paling mampu untuk
mengendalikan risiko tersebut.
Jenis kontrak FIDIC dibagi menjadi
beberapa warna, yaitu:
1.
Red book (1999):
Desain oleh Employer
2.
Yellow book
(1999): Plant and Design-Build, desain oleh kontraktor
3.
Silver book
(1999): Proyek EPC/Turnkey
4.
Green book
(1999): Short Form of Contract
5.
Gold book (2008):
Design, Build and Operate
6.
White book
(2017): Client – Consultant agreement
7.
Pink book (2010):
MDB harmonized version of red book
Klaim
adalah tuntutan pengakuan atas suatu fakta bahwa seseorang berhak (untuk
memiliki atau mempunyai) atas sesuatu. Klaim konstruksi adalah permohonan atau
tuntutan yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan
jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau antara penyedia
jasa utama dengan sub – penyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar
dengan pengguna jasa / penyedia jasa yang bisaanya mengenai permintaan tambahan
waktu, biaya atau kompensasi lain.
Klaim-klaim
konstruksi yang biasa muncul dan paling sering terjadi adalah klaim mengenai
waktu dan biaya sebagai akibat perubahan pekerjaan. Bila pekerjaan berubah,
katakanlah volume pekerjaan bertambah atau sifat dan jenisnya berubah, tidak
terlalu sulit menghitung berapa tambahan biaya yang diminta penyedia jasa
beserta tambahan waktu. Namun terkadang penyedia jasa, disamping mengajukan
klaim yang disebut tadi, juga mengajukan klaim sebagai dampak terhadap
pekerjaan yang tidak berubah. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut: suatu
pekerjaan yang tidak diubah terpaksa ditunda (karena alasan teknis pelaksanaannya
dengan adanya pekerjaan lain yang berubah).
Menurut
Robert D Gilbreath, unsur-unsur klaim konstruksi tersebut adalah:
a. Tambahan upah, material, peralatan,
pengawasan, administrasi, overhead dan waktu.
b. Pengulangan pekerjaan (bongkar/pasang).
c. Pengaruh iklim.
d. De-mobilisasi dan Re-mobilisasi. Salah
penempatan peralatan.
e. Penumpukan bahan.
f. De-efisiensi jenis pekerjaan.
Penyelesaian sengketa adalah
suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak
yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui
litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan). Dalam proses
penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum
remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian
melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.
Sengketa jasa
konstruksi terdiri dari :
a.
Sengketa yang
terjadi sebelum adanya kesepakatan kontraktual, dan dalam tahap proses tawar
menawar ( Precontractual).
b.
Sengketa yang
terjadi pada saat berlangsungnya pekerjaan pelaksanaan konstruksi
(contractuai).
c.
Sengketa yang
terjadi setelah bangunan beroperasi atau dimanfaatkan selama 10 (sepuluh)
tahun.(pascacontractual).
Menurut Pasal 1 angka 10
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, penyelesaian sengketa melalui non litigasi (luar pengadilan)
terdiri dari 5 cara yaitu:
1.
Konsultasi: suatu tindakan yang dilakukan
antara satu pihak dengan pihak yang lain yang merupakan pihak konsultan
2.
Negosiasi: penyelesaian di luar pengadilan dengan tujuan untuk mencapai
kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis
3.
Mediasi: penyelesaian melalui perundingan
untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak dengan dibantu oleh mediator
4.
Konsiliasi: penyelesaian sengketa
dibantu oleh konsiliator yang berfungsi menengahi para pihak untuk mencari
solusi dan mencapai kesepakatan di antara para pihak.
5.
Penilaian Ahli: pendapat para ahli
untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
Akan tetapi dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di
luar pengadilan yang ternyata menjadi salah satu proses dalam penyelesaian yang
dilakukan di dalam pengadilan (litigasi). Contohnya mediasi.
Analisis studi kasus : KLAIM KONSTRUKSI (STUDI KASUS: PEKERJAAN PENGADAAN GEDUNG KESEHATAN PADA BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA)
Klaim merupakan bentuk atau cara permohonan atau permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi yang lain di dalam suatu pekerjaan konstruksi. Klaim akan lebih memungkinkan di terima, jika di dalam kontrak sudah terdapat klausula mengenai klaim. Sayangnya di dunia jasa konstruksi di Indonesia klausula klaim masih sangat jarang dimasukkan ke dalam dokumen kontrak, sebab masih banyak yang belum memahami tentang klaim atau memahami klaim sebagai tuntutan, dimana orang yang mengajukan klaim dianggap orang yang suka menuntut dan susah diatur. Oleh karena itu, perlu adanya pemahaman mengenai klaim dimana arti klaim dari kepustakaan barat menyatakan bahwa klaim adalah suatu permintaan (demand). Klaim di dunia konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan suatu pekerjaan jasa konstruksi antara pengguna jasa dan penyedia jasa atau pemasok bahan atau antara pihak luar dan pengguna / penyedia jasa yang biasanya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain (Nazarkhan Yasin, 2004).
Proyek
pekerjaan Pengadaan Gedung Kesehatan pada Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta dikerjakan oleh PT. Karya Kencana Mukti, sedangkan proses
perencanaannya dikerjakan oleh konsultan CV. MEDESAIN serta Konsultan Pengawas
CV. AFIAT. Proyek pekerjaan Pengadaan Gedung Kesehatan pada Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta ini dalam pelaksanaanya mengalami permasalahan-permasalahan
yang berakibat kerugian pada pihak kontraktor, sehingga pada akhirnya pihak
kontraktor mengajukan klaim (permintaan atau permohonan) kepada pihak pengguna
(user).
Dari hasil pembahasan pada proyek
pekerjaan Pengadaan Gedung Kesehatan pada Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Surakarta Tahun Anggaran 2007 didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Klaim pertama mengenai perpanjangan waktu pelaksanaan dimana pada dokumen
kontrak pelaksanaan berakhir pada tanggal 4 Desember 2007 setelah melalui
kesepakatan disetujui penambahan waktu pelaksanaan pekerjaan berakhir sampai
tanggal 31 Desember 2007. Klaim kedua terjadi pada pembangunan gedung Aula
dimana terdapat penambahan item pekerjaan yaitu peninggian elevasi lantai Aula
setinggi 40 cm. Sesuai kesepakatan biaya penambahan item pekerjaan tersebut
diambilkan dari pengurangan volume pekerjaan Paving halaman. Klaim ketiga
terjadi juga karena terdapat penambahan item pekerjaan peninggian elevasi
Paving halaman. Sesuai kesepakatan biaya penambahan item pekerjaan tersebut
juga diambilkan dari pengurangan volume pekerjaan Paving halaman
Pada
jurnal ini menjelaskan bahwa klaim adalah bentuk
atau cara permohonan atau permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi yang
lain di dalam suatu pekerjaan konstruksi. Disini peluang klaim diterima lebih
besar apabila di dalam kontrak sudah terdapat klausula mengenai klaim. Tetapi
didalam industri jasa konstruksi di Indonesia klausula masih sangat jarang
dimasukkan ke dalam dokumen kontrak, dikarenakan banyak yang bekum memahami
tentang klaim, dimana orang yang mengajukan klaim biasa dianggap orang yang
suka menuntut. Oleh karena itu perlu adanya pemahaman secara mendalam mengenai
klaim. Klaim adalah suatu permintaan (demand) sedangkan klaim di industri
konstruksi adalah klaim yang timbul dari atau sehubungan dengan pelaksanaan
suatu pekerjaan jasa skonstruksi antara oengguna jasa dan penyedia jasa atau
pemasok bahan atau antara pihak luar dan pengguna / penyedia jasa yang biasa
nya mengenai permintaan tambahan waktu, biaya atau kompensasi lain (Nazarkhan
Yasin, 2004)
DAFTAR PUSTAKA
Komentar
Posting Komentar